Visitor

Guru

:: hymne Guru ::

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru 
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku 
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku 
Sebagai prasasti terima kasihku 
Tuk pengabdianmu 
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan 
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa 
Tanpa tanda jasa
::



Hmm..
"Menjadi salah satu guru besar bagi bangsa Indonesia.."
Itulah pernyataan yang selalu terhampar di benak pikiran saya setiap kali saya membuka mata dari lelapnya mimpi. Saya ingin sekali bangsa saya, tempat lahir saya, tanah air dan bumi pertiwi yang saya pijak ini, Indonesia, menjadi lebih baik -jauh lebih baik- daripada kondisi yang ada saat ini. Alangkah saya merasakan begitu hancurnya kehidupan negeri yang saya tempati saat saya menginjakkan kaki di ibukota Jakarta beberapa waktu yang lalu. Saya merasa miris dan hati saya sangat terluka dengan keputusan hidup yang dipilih oleh mereka yang ada di sana. Kebanyakan manusia seolah tak menghiraukan sesamanya. Hanya nafsu untuk saling menguasai, saling memakan dan memenangkan kepentingannya sendiri demi perut dan wilayah di sekitar perut mereka. Benar-benar kesenjangan yang luarbiasa yang membuat semua yang ada di dalamnya menjadi buta mata, tuli pendengaran, mati rasa, hilang penciuman, tak mampu mengecap dan terkuburnya hati nurani. Yang (merasa) kaya semakin serakah dan yang (merasa) miskin semakin berbuat nekat. Saya tidak merasakan hal lain lagi selain sifat yang berlebih-lebihan tanpa aturan, kecuali aturan rimba mereka sendiri alias bahasa inggrisnya "sak karepe wudele dhewe".

Tak hanya di jakarta, sejujurnya saya menemukan fenomena kehidupan yang hampir serupa ketika saya berada di Bengkulu, Semarang, Surabaya dan beberapa tempat di Bandung. Entah kenapa (saya tidak bermaksud menjelek-jelakkan), manusia yang hidup dan berkembangbiak di negeri saya, a.k.a manusia Indonesia, memutuskan untuk memilih sifat nekropolis yang justru dengan sifat berlebih-lebihan dan gengsi mereka, mereka berkeputusan untuk menghancurkan diri mereka sendiri secara pelan-pelan dan turut menarik elemen kehidupan yang terkait dengan mereka untuk bersama-sama rusak bersama mereka. Yaa,, sebenarnya di jogja sama saja sih,  kalau cuman seks bebas mahasiswa juga banyak, cuman lebih rapih ketutupnya,, jadi saya masih merasa lebih nyaman di kota ini dibandingkan dengan kota yang dipenuhi sopir angkot yang kebut-kebutan dan main lempar kunci inggris satu sama lain.

Kebingungan saya semakin bertambah ketika mereka benar-benar buta dan tuli terhadap dampak yang bakal terjadi atas ulah mereka. Well, saya sendiri tidak akan terlalu terfokus pada masalah itu. Mungkin memang sifat berlebih-lebihan dan jaga gengsi telah menjadi warisan budaya di pusat-pusat kebudayaan manusia Indonesia saat ini, seperti halnya korupsi dan embel-embelnya di negeri ini. Mungkin ini memang takdir bangsa seperti yang dikersakke Gusti Allah agar bangsa Indonesia ini mau untuk berubah. Sebagaimana segala proses transformasi yang harus dimulai dari kondisi keterbatasan. Yang jelas, Indonesia masih jauh lebih mending daripada ethiopia, israel-palestina, maupun zimbabwe. Hidup Indonesia!! (sehidup-hidupnya dulu, baru nanti pelan-pelan kita perbaiki bersama)

Lantas bagaimana solusi negeri ini menurut persepsi saya?
Pertama, sebagaimana algoritma dasar untuk memecahkan sebuah masalah adalah: keluar dari sistem, kemudian (setialah) fokus pada solusi. Kerusakan sistem kita adalah runtuhnya sistem budaya dan pemikiran terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Bukan hanya para pemimpin dan rakyat yang kehilangan akar budaya bangsa, namun keduanya telah terimbas nilai-nilai kapitalis yang merusak hakekat budaya bangsa. Yang kaya semakin serakah, yang miskin semakin berbuat nekat. Mereka menjadi berubah menjadi elemen yang rusak dan bersifat merusak terhadap elemen lain akibat sifat mereka yang berlebih-lebihan. Sesuai dengan pendekatan dasar manusia saat ini: manusia adalah homo economicus. Apabila untung maka jalankan, apabila rugi maka tinggalkan. Hal tersebut sangat manusiawi, haya saja kemampuan para pelaku bangsa dalam melihat paradigma hidup yang lebih jauh seolah tertutup dengan hingar bingar keramaian media.

Setahu saya, miturut yang saya ngerti dari perjalanan hidup, Ada tiga kategori jiwa manusia. 1. Jiwa yang baik 2. Jiwa yang rusak, namun tidak merusak dan 3. Jiwa yang rusak dan bersifat merusak terhadap elemen lain. Memutuskan untuk menjadi manusia baik memang bukan perkara mudah dalam iklim kehidupan kapitalis saat ini. Rata-rata pikiran manusia Indonesia saat ini seolah "dipaksa" untuk meyakini bahwa model yang dinamakan baik adalah model yang sesuai dengan prinsip-prinsip kapitalis. Sedangkan generasi muda saat ini sudah dihinggapi nilai-nilai negatif untuk menjadi pribadi yang berlebih-lebihan (nangis berlebih, tertawa berlebih, marah berlebih dan lebih-lebih yang lainnya). Walau terus terang nih saya memang baru berusia 24 tahun, namun saya sangat perihatin dengan apa yang saat ini menimpa bangsa saya. Pancen, untuk menjadi baik itu tidak mudah, tetapi kalau bukan kita  lalu siapa lagi?

Jadi, apa yang harus di lakukan?
Bagi anda yang merasa terpanggil untuk menjadikan bangsa Indonesia kita ini lebih baik lagi maka Jadilah solusi, bukan kurir masalah. Semua dimulai dari diri sendiri. Berikut akan saya coba jelaskan (berdasarkan latar belakang saya sebagai orang jawa) mengenai hal-hal yang saya temui selama perjalanan hidup saya ke beberapa tempat.

Mengolah Batin
Manusia terdiri atas batin dan raga. Keduanya akan berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan keputusan terhadap lingkungan selama manusia hidup. Cobalah untuk melatih batin terlebih dahulu kemudian baru membangun raga. Ada beda yang sangat antara melatih batin dan syirik. Menurut pendapat saya, definisi syirik adalah menyekutukan gusti Allah, baik mengada-adakan sesuatu yang menandinginya maupun menggantinya. Kalau semisal ada dari saudara yang sempat merasakan atau bahkan bertemu muka dengan barang halus semisal jin, menurut saya bukanlah hal yang syirik apabila kita mengakui kekuatan yang ada padanya berasal dari gusti Allah. Itu sama saja dengan menganggap kita punya saingan seseorang yang cerdas. Memang gusti Allah menakdirkan dan memberinya kekuatan untuk cerdas. Ada satu pernyataan yang cukup membuat telinga saya gatal, bahwa untuk urusan hal gaib, manusia hanya diberikan sedikit, namun apakah ilmu yang banyak itu diberikan pada logika? hmm,, menurut saya pernyataan tersebut perlu dipikirkan kebenarannya lebih dalam. Yang jelas, menurut pemahaman saya saat ini, akan lebih parah kandungan syirik pada pernyataan yang salah kaprah "Saya sembuh karena obat dari dokter itu" atau "cuma dokter itu yang bisa menyembuhkan saya", "Saya sekolah supaya kelak menjadi orang kaya dan Makmur" daripada "Adanya makhluk halus yang memiliki kekuatan di luar kekuatan manusia karena gusti Allah yang meridhoi dan memberinya kekuatan tersebut". Well, kembali lagi dengan pernyataan yang tadi, latihlah jiwa, kemudian latihlah raga, karena secara logika (walaupun saya sampai saat ini percaya bahwa logika itu kebanyakan hanya imajinasi dan asumsi manusia dengan melibatkan hukum sebab akibat yang sesungguhnya tidak pernah ada) hanya tubuh yang sehatlah tempat bersemayam batin yang kuat.

Batin adalah inti dari jiwa manusia. Jika batin baik, maka baiklah semuanya. Manusia sebenarnya telah diberi semuanya, termasik seluruh kemampuan batin. Batin seolah-olah dapat dianalogikan memiliki banyak fitur, hanya saja untuk beberapa orang fitur-fitur tertentu sudah di set "enabled" oleh gusti Allah sejak kelahirannya. Namun bagi rata-rata manusia, fitur itu bisa diaktifkan melalui usaha prihatin. Prihatin (lelakon prihatin) sendiri merupakan bentuk pelatihan dasar manusia untuk bertransformasi menjadi jiwa yang lebih unggul. Terdapat perbedaan mendasar antara prihatin dengan menyiksa diri. Letaknya terdapat pada niat. Saya sebagai muslim kadang melakukannya sesuai dengan yang diajarkan para guru saya -baik yang masih hidup maupun yang telah almarhum- dengan berpuasa dan mempersedikit tidur. Sambil hal tersebut dilakukan maka sebagai seorang manusia harus mampu menghormati hak dan kewajiban sesamanya, hanya berkata yang baik saja, serta saling tolong menolong hingga suatu saat akan muncul perasaan welas asih terhadap sesamanya, bumi, binatang, tumbuhan dan mereka yang tak kasat mata namun telah lumrah ada di sekitar kita. Manusia tidak boleh sewenang-wenang melukai segala makhluk yang ada di sekitar kita baik dengan lisan maupun dengan perbuatan untuk bisa memahami kehidupan ini pada derajat yang lebih tinggi. Hidup memang selamanya bukan mengenai surga ataupun neraka. Hidup akan sangat berarti ketika kita mampu menolong sesama makhluk -terutama manusia- untuk melewati saat-saat kritis dalam kehidupannya. Apabila seseorang mampu berdamai dengan hatinya dan meredakan seluruh gejolak batinnya, maka bagaikan ombak samudera yang berubah menjadi tenang, ikan-ikan di dasar laut pun akan terlihat dengan jelas. Jadi, latihlah batin anda untuk selalu prihatin dengan niat untuk menenangkan hati.

Prinsip kehidupan ini sebetulnya sederhana, Ilmu yang dapat membuka tabir kebenaran hidup akan diturunkan kepada batin yang bersih dan tenang melalui suatu perantara. Prihatin adalah jalannya. Dengan batin yang bersih dan tenang, maka ilmu pertanda dan firasat mengenai apa yang telah terjadi, apa yang saat ini terjadi (di tempat lain) dan apa yang akan terjadi -apabila gusti Allah mengijinkan- akan dibukakan dalam jiwa kita. Ketika hal itu terjadi, sebagai seorang muslim hendaknya kita mengucapkan InsyaAllah untuk hal yang kita rasa baik dan perlu untuk diucapkan, dan lupakanlah apabila hal tersebut buruk adanya. Sifat generasi baru Indonesia adalah: jadilah manusia yang menjadi media (lantaran/perantara) solusi bagi bangsa Indonesia ini. Kemudian gunakanlah hal tersebut sebagai naluri untuk memimpin bangsa dengan memperhatikan aturan-aturan yang terdapat dalam ilmu agama.

Secara garis besar, langkah-langkah mengolah batin menurut yang saya ketahui dari beberapa guru yang pernah saya temui adalah sebagai berikut:

1. Niat Untuk Mengolah Batin (ucapkan saja dalam hati)
2. Memutuskan Untuk Prihatin (berpuasa, makan jika sudah membutuhkan, berhubungan seks secukupnya, menahan untuk tidak onani/masturbasi, mempersedikit tidur, banyak berpikir dan menimbang amalan, berpikir tentang masa depan rakyat, semedi, dll). Inti prihatin adalah memberikan keterbatasan yang terkendali pada nafsu kita selama jangka waktu tertentu dengan tujuan (niat) tertentu (niatnya bisa untuk diri sendiri (menenangkan batin), orang/makhluk lain, maupun suatu kejadian)
3. Berdoa Dengan Khusyuk dengan merendahkan diri
4. Lakukan Perjalanan (perjalanan batin maupun fisik)
5. Meredam Gejolak Batin (marah, tertawa, menangis, dll) selama perjalanan dilakukan  dan Setialah Pada Ketenangan
6. Carilah Ilmu (apapun, sesuai panggilan hati saudara). Khusus untuk hal ini, carilah guru dan jangan hanya belajar dari tulisan. Ilmu turun ke hati melalui guru, diformalkan melalui tulisan. Hindarilah belajar tanpa guru, sebab hanya lewat kerelaan guru dan orang tualah ilmu-ilmu mengenai kehidupan akan bersemayam. Selama mencari ilmu, Jangan Memotong Pernyataan/Penjelasan dari Guru. Tidak ada pertanyaan kecuali telah dipersilakan. Hindari debat dan hal-hal yang memacu gejolak hati.
7. Berusahalah untuk menerima bahwa Sebab dan Akibat Tidak Pernah Berhubungan. Adapun kasus-kasus khusus dimana gusti Allah menghendaki maka sebab menjadi awal sebuah akibat, sebagaimana sebaliknya. Namun pada hakekatnya kedua hal tersebut tidak ada hubungannya satu sama lain. Sejauh pengamatan saya hingga sampai saat ini, manusialah yang berada di dunia, bukan dunia yang berada dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, tidak semua fenomena dunia yang ada harus kita paksa untuk sesuai dengan imajinasi logika manusia.

Sebuah tanda dimana manusia memiliki peningkatan dalam batinnya adalah ketika dia mampu merasakan pertanda dan firasat. Pertanda adalah serangkaian kejadian yang mengiringi akan terjadinya peristiwa yang lebih besar, sedangkan firasat adalah kesadaran dan pengetahuan batin yang diberitakan terhadap manusia tanpa melalui tanda-tanda, hanya melalui media yang singkat. Disamping itu, masih ada pula deja-vu, mimpi, penglihatan jelajah ruang, penglihatan jelajah waktu, penglihatan jelajah warna (dimensi), dll. Intinya adalah hati manusia menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan. Ada beberapa orang yang "efek sampingnya" bisa melihat jin, ada yang bisa membaca pikiran orang lain, ada yang mampu melihat bentuk sebelum kedatangan, ada yang mampu melihat kejadian di tempat yang jauh, ada yang mampu mengerti betul apa yang diinginkan perempuan yang sedang kita hadapi (hehe,, ini yang paling asyik ;), dan lain lain. Beda orang beda respon. Hanya saja setiap kemampuan InsyaAllah akan diiringi dengan "efek samping" yang sesuai dengan kemampuannya. Itulah prinsip lelakon prihatin yang saya ngerti sebagai seseorang yang kebetulan berasal dari suku Jawa.