Visitor

Kurir

Tepat pada malam nifsu sya'ban kemarin, saya bersama seorang rekan senasib menemui seseorang di daerah condongcatur, Yogyakarta. Selama perjalanan menuju ke daerah tersebut, terasa panggilan kuat dari batin saya yang mengatakan bahwa beliau adalah kurir yang akan mengantarkan saya ke pemahaman lebih tinggi kepada seorang guru.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit maka perjalanan saya kali ini berakhir pada sebuah rumah sekaligus warung soto di sebuah perempatan kecil di daerah minomartani. Di rumah itu terlihat 3 orang anak dan seorang wanita dewasa yang sedang ramai mengurus ketiga anak-anaknya. Setelah berucap salam, saya pun kemudian terus mengikuti kata hati untuk bertemu dengan beliau walaupun harus menunggu beberapa lama.

Akhirnya setelah beberapa lama menanti berdua, saya pun bertemu dengan beliau. Sepintas, sosok beliau seperti seseorang tua yang kaya akan pengalaman hidup. Saya pun akhirnya berkenalan dengan beliau, dan apa yang menjadi firasat saya sejak sore itu pun ternyata secara kebetulan kembali benar. Dari beliau tergambar salah satu jalan untuk menjadikan negara saya ini menjadi lebih baik, serta bagaimana menemukan guru yang selama ini saya cari.

Beliau menjelaskan mengenai beberapa pengalaman hidupnya mulai dari pertemuan dengan nyi roro kidul, lelaki berbuah zakar 3 biji yang memegang warisan emas bumi nusantara serta beberapa pengalaman kehidupan yang beliau alami semasa muda hingga kini. Banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan setelah bertemu beliau. Dan dalam sela-sela pembicaraan, seperti firasat saya di awal, beliau bermaksud mempertemukan saya dengan seorang guru yang bisa memberikan saya gambaran yang luas mengenai kehidupan ini.

Setelah bertemu dengan beliau, visi dan firasat-firasat mengenai apa yang akan terjadi kedepan semakin kuat. Saya kembali terngiang-ngiang dengan pesan terakhir almarhum ayah saya untuk menjadikan negara ini menjadi negara yang makmur. Apakah saya harus percaya dengan visi dan firasat-firasat yang saya alami, atau saya harus mengabaikan "mimpi" itu sebagai angin lalu dan menjadi manusia dengan pandangan umum, terus terang saya masih bimbang. Seringkali saya ingin untuk melatih kemampuan batin saya agar dapat bertemu kembali dengan almarhum ayah melalui ilmu ragasukma tingkat tinggi, namun di sisi lain saya masih mengalami kebimbangan apakah hal itu perlu saya lakukan atau tidak.

mengalir.. setidaknya itu yang bisa saya pikirkan saat ini,, saya bingung dengan berbagai pemikiran manusia saat ini yang sering terbalik-balik. Entah kenapa kadang-kadang timbul juga rasa bosan yang sangat untuk menjelaskan nilai-nilai luhur kepada orang-orang di sekitar saya, yang baik hati maupun pikirannya seolah tersihir dengan kenyataan fana tentang dunia. Entah keluarga dekat, maupun keluarga jauh. Dan entah kenapa saya harus mengalami berbagai visi dan firasat-firasat yang seringkali kebetulan sesuai dengan kenyataan hidup, namun hal itu tidak berlaku bagi orang-orang sekitar saya. Menjelaskan kepada mereka mengenai apa yang akan terjadi dan bagaimana menghadapinya dengan nilai-nilai kesederhanaan dan rendah hati benar-benar menyita kesabaran saya, apakah saya harus kembali bersuara ataukah saya harus diam saja,,

sepertinya pilihan kedua masih lebih baik untuk saya saat ini.

Pantun

Pantun Kasih

Nasi lemak buah bidara
sayang selasih hamba lurutkan;
Buang emak buang saudara
kerana kekasih hamba turutkan

Dua tiga kucing berlari
mana nak sama si kucing belang;
Dua tiga boleh kucari
mana nak sama dikau seorang

Tanam selasih di tengah padang
sudah bertangkai dihurung semut;
Kita kasih orang tak sayang
halai-balai tempurung hanyut

Anak beruk di kayu rendang
turun mandi ke dalam paya;
Hodoh buruk di mata orang
cantik manis di mata saya

Limau purut lebat di pangkal
sayang selasih condong di uratnya;
Angin ribut dapat ditangkal
hati kasih apa ubatnya

Nasi lemak buah bidara
sayang selasih saya lurutkan;
Buang emak buang saudara
kerana kasih saya turutkan

Sekali pergi menuba
sekali ikan merimbat;
Sekali adik disapa
setahun rindu terubat


Pantun Nasihat

Apa guna berkain batik
kalau tidak dengan sucinya;
Apa guna beristeri cantik
kalau tidak dengan budinya

Pulau Pandan jauh ke tengah
gunung Daik bercabang tiga;
Hancur badan dikandung tanah
budi baik dikenang jua

Siakap senohong
gelama ikan duri;
Bercakap bohong
lama-lama mencuri

Pisang emas dibawa belayar
masak sebiji di atas peti;
Hutang emas boleh dibayar
hutang budi dibawa mati

Tenang-tenang air di laut
sampan kolek mudik ke tanjung;
Hati terkenang mulut tersebut
budi baik rasa nak sanjung

Tingkap papan kayu bersegi
sampan sakat di Pulau Angsa;
Indah tampan kerana budi
tinggi bangsa kerana bahasa

Ada ubi
ada batas;
Ada budi
ada balas


Pantun Sindiran

Mengata dulang
paku terserepih;
Mengata orang
kamu yang lebih

Sudah gaharu
cendana pula;
Sudah tahu
bertanya pula

Puas sudah kutanam padi
nenas juga dimakan orang;
Puas sudah kutanam budi
emas juga dipandang orang

Buah langsat kuning mencelah
senduduk tidak berbunga lagi;
Sudah dapat gading bertuah
tanduk tidak berguna lagi

Pinggan tak retak
nasi tak dingin;
Engkau tak hendak
aku tak ingin


Pantun Pelbagai

Buah cempedak di luar pagar
ambil galah tolong jolokkan;
Saya budak baru belajar
kalau salah tolong tunjukkan

Kalau ada sumur di ladang
boleh kita menumpang mandi;
Kalau ada umur yang panjang
boleh kita berjumpa lagi

Kalau roboh Kota Melaka
papan di Jawa hamba dirikan;
Kalau sungguh bagai dikata
badan dan jiwa hamba serahkan

Chau Pandan anak Bubunya
hendak menyerang kota Melaka;
Ada cincin berisi bunga
Bunga berladung di air mata

Kalau ada jarum yang patah
jangan disimpan di dalam peti;
Kalau ada silap dan salah
jangan disimpan di dalam hati

Kalau subang sama subang
kalau sanggul sama sanggul;
Kalau hilang sama hilang
kalau timbul sama timbul


Pantun Berkait

Kupu-kupu terbang melintang
terbang di laut di hujung karang *
Hati di dalam menaruh bimbang
dari dahulu sampai sekarang *#

Terbang di laut di hujung karang *
burung nasur (nasar) terbang ke Bandan *#*
Dari dahulu sampai sekarang *#
banyak muda sudah kupandang *#*#

Burung nasur terbang ke Bandan *#*
bulunya lagi jatuh ke Patani *#*#*
Banyak muda sudah kupandang *#*#
tiada sama mudaku ini *#*#*#

Bulunya lagi jatuh ke Patani *#*#*
dua puluh anak merpati
Tiada sama mudaku ini *#*#*#
sungguh pandai memujuk hati


Sumber: http://wikisource.org/wiki/Pantun

Me

Sebelumnya, panggil saja saya pakLik Guru. Saya -miturut trah leluhur yang diutarakan para pakdhe- merupakan kombinasi Banyuwangi-Kotagede-Bantul yang sejak jaman Mojopahit hindu turun-temurun membangun trah di Jogjakarta. Tetapi overall, Kawula tiyang kakung, Jawi saha Islam saking dari Ngayogyokarto Hadiningrat. Original lan kinyis-kinyis. Saya suka dan saya ingin sekali menjadi guru karena saya bangga menjadi perantara bagi turunnya ilmu dan saya juga bangga dengan adanya bangsa saya, bangsa Indonesia.

Serasa baru kemarin saya mendengarkan hymne guru tersebut di penghujung kelas 6 SD, kini perjalanan hidup telah mengantarkan saya untuk menjadi seorang mahasiswa doktor ilmu elektro di salah satu perguruan tinggi di Jogja. Saya tidak menyesal menangguhkan tujuh tawaran beasiswa ke eropa, jepang dan australia dan juga tawaran langsung untuk menjadi PNS di LIP*, D*M, dll. atas dasar panggilan hati saya untuk tetap tinggal di Jogjakarta terlebih dahulu selama beberapa lama sampai waktunya tiba, disamping juga masih menunggu turunnya ijin dari sang ibu agar diperbolehkan studi doktor sekali lagi dan dilanjutkan penelitian posdoktoral di luar negeri. Saya dulu secara sukarela mengundurkan diri dari tim Olimpiade Fisika Indonesia untuk menjadi duta Indonesia untuk kompetisi Olimpiade Fisika Internasional (IPhO, yang pada waktu itu finalnya di Taiwan) karena panggilan hati saya untuk tetap stay di Indonesia, sempat juga saya mengajar mahasiswa S2 di UG* serta membangun sebuah calon perusahaan raksasa di Jogjakarta yang saya jalani hingga saat ini bersama rekan-rekan senasib sepenanggungan. Sehabis studi doktor ilmu elektro ini, lalu magister fisika, kemudian sertifikasi insinyur profesional, dilanjutkan dengan magister manajemen, doktor sekali lagi dan posdoktoral saya kelak, saya berencana untuk menjadi guru IPA SMA (honorer pun tidak apa-apa) untuk mata pelajaran fisika bab mekanika kuantum atau mekanika klasik di pagi harinya kemudian menjadi pembimbing S2/doktoral di beberapa universitas di Jogjakarta sore harinya sambil terus memperdalam ilmu agama saya yang saya rasa benar-benar masih jauh dari sempurna. Sambil itu, saya akan terus berusaha untuk membesarkan perusahaan riset yang saya pimpin dan terus menulis untuk mengajak para generasi bangsa Indonesia yang merasa terpanggil untuk membesarkan bangsa. Saya bekerja melalui jejaring komunitas para pemerhati nasib bangsa Indonesia dan saya tidak mengikuti aktivitas politik resmi serta usaha-usaha penaikan jabatan publik. Saya hanya salah satu dari sekian banyak anak ibu pertiwi Indonesia yang berusaha mengikuti pertanda, firasat dan kata hati untuk tetap tinggal dan membangun negeri.

Anggap saja dengan beberapa bualan saya di atas, saya memberanikan diri untuk dipanggil pakLik Guru atas kedangkalan ilmu saya dalam mengendalikan semangat untuk mencari ilmu yang lebih dalam lagi, yang sampai-sampai sering membuat badan saya sering kepanasan karena saking meluap-luapnya semangat saya :D Sebelumnya, saya sama sekali tidak bermaksud untuk sombong utawa linuwih kawruh daripada para pembaca sekalian, karena saya sendiri mengerti betul bahwa di luar sana ada banyak guru serta para leluhur berilmu tinggi yang apabila saya dibandingkan dengan mereka, maka saya hanya akan seperti anak kecil dengan mainan dari kayu dan belum mengerti sejatinya kehidupan. Tulisan-tulisan saya di sini dimaksudkan untuk sharing mengenai bagaimana membangun bangsa Indonesia agar menjadi lebih baik serta menggugah semangat seluruh elemen bangsa Indonesia untuk mengembalikan kemakmuran negeri kita yang telah direnggut oleh keserakahan dan kebodohan. Nyuwun pangapunten sakderengipun. Kawula injih namung lantaran. Soal panggilan saya, That's just a name, not an essence. Yang jelas, saya ini orang baik kok :) (minimal punya sedikit niat baik :P) dan bagi siapapun pembaca yang mampu meraga sukma atau pengen invite telepati dengan saya, monggo silakan. saya selalu welcome dan senang sekali berbincang dengan anda :D yang jelas saya tidak membuka layanan teknologi selain email (no sms, no hape, no fesbuk, tuiter -atau apalah namanya- dll.).

Salam.
rogosukma



kata kunci: prihatin, mengolah kemampuan batin, memperlakukan indigo, menjadi pemimpin besar, mengubah Indonesia.

e-mail: young.sutterhand@gmail.com

Tuhan

Menjadi manusia memang tidak pernah mudah. Kadang manusia bertanya, "Kenapa aku harus dilahirkan ke dunia ini, kemudian dihadapkan dengan bermacam-macam hal yang menyakiti hati kemudian dipaksa memilih surga yang nggak terlalu aku inginkan, tapi kalau nggak mau nanti aku bakal dijebloskan ke neraka, God is stupid!". Kadang juga ada yang membenci permainan tuhan yang seolah-olah menjadikan manusia hanya sebagai budak dan dolanan yang tanpa merasa berdosa mengatur kita menggunakan pena takdirnya sakarepe wudele dhewe. Atau justru ada dari para pembaca sekalian yang mungkin masih ragu dengan adanya dogma tuhan. Kenapa tuhan kok macem-macem. Islam bilang gini, Kristen gitu, yahudi apalagi, hindu, budha,, hehe,, banyak ya ternyata varian tuhan itu :P bahkan, yang paling keren adalah pertanyaan, "Sebenernya, tuhan itu eksis enggak sih??"..

Nah, miturut pengalaman pribadi saya, kebetulan saya dulu juga sering bertanya-tanya seperti itu. Kenapa banyak orang kok ya suka berdebat tentang tuhan-tuhan mereka berikut aksesoris sertaannya seperti: agama, kitab suci, hari raya keagamaan, dll. Memang sih, ada pernyataan bahwa tidak ada satupun bangsa di dunia yang terecord dalam sejarah yang tidak memiliki kepercayaan terhadap adanya sang pencipta. Siapa tau juga ada manusia yang balik ke masa lalu untuk menjadi "sang penerang" atau makhluk luar angkasa yang datang ke bumi untuk membentuk dan menurunkan "agama" buat manusia. So, finally,, secara logis, nggak ada satupun manusia yang ngerti tuhan itu ada apa enggak. Sebanyak tesa menyatakan kebenarannya, sebesar itulah anti-tesa menangguhkannya. Alhasil, sebuah sintesa baru menjadi perlanjutan dari sebuah mesin logika manusia.

Well, sebelumnya saya disini hanya ingin berbagi kepada pembaca budiman mengenai perjalanan hidup saya selama ini. Semua dimulai sejak saya masih duduk di akhir bangku SD,, sejak saya mengenal indahnya wanita buat pertama kalinya, semenjak itu pula saya mulai bertanya-tanya mengenai eksistensi tuhan. Otak saya waktu itu nggak nyampe buat mengerti, lha wong saya juga baru kelas 5 dab! :P Singkatnya, saya naik ke SMP,, Ketika SMP itulah saya mengenal ilmu alam. Bukan hanya pelajaran di sekolah yang enggak jelas buat apaan itu, tapi maksud saya bener-bener ilmu alam. Ilmu untuk berkomunikasi dengan alam. Saya mencoba untuk menenangkan diri dan berkali-kali menyatakan sebuah dogma kepada diri saya sendiri bahwa saya tidak bisa berbicara dengan alam,, Tidak dengan burung, tidak dengan tumbuhan, dan tidak dengan angin. Kenyataannya, saya malah jadi sering ditemui sosok orang tua, banaspati, pocong dan mbak kunti walau dalam pandangan yang samar-samar. Mungkin sebagian pembaca akan menyimpulkan saya kena penyakit aneh kayak ilmuwan di "the beautiful mind" itu, yang memiliki teman bayangan dan dijustifikasi oleh dokter mengalami kelainan memori dasar atau apalah namanya, yang bersamaan dengan kejadian-kejadian ajaib itu saya menjadi pribadi yang memiliki firasat tinggi. Entah kebetulan atau apa, saya merasa bisa mengerti bahasa burung pleci (sejenis varian walet) yang sering menghampiri saya waktu saya main di dekat atap rumah. Saya jadi mengerti bahasa alam yang terucap dalam hembusan angin, dan anehnya saya juga merasa bisa paham bahasa pohon. Hehehe,, ngayal betul saya ya :P tapi apakah ada yang bisa menjelaskan kenapa saya bisa selalu mendapatkan nilai diatas 96 tiap kali ujian fisika sejak SMP hanya dengan "kira-kira", yang saya sendiri tidak pernah melakukan hitungan, hanya ada kata "rasanya jawabannya sekitar sekian" dan saya tidak tahu darimana angka itu diperoleh? bahkan nilai fisika saya yang paling jelek adalah di essay, karena saya merasa ngerti jawabannya tapi nggak ngerti gimana cara memperolehnya? Gara-gara kemampuan itu, saya sering mendapat julukan "mbah dukun" karena bisa merasakan soal-soal fisika yang akan keluar dalam tiap ujian. Itu beneran nyata lho. hahaha.. Tapi kalau jelajah dimensi, saya belum bisa, sedangkan apabila jelajah waktu, ya kadang-kadang tok bisanya. Tapi teman-teman di sekitar saya memang ada yang bisa dua-duanya. Bahkan ada yang mampu jelajah sejarah, hanya dengan berjabat tangan saja mampu melihat kejadian yang diajak bersalaman sejak lahir hingga saat itu, termasuk ngerti nama lengkap beserta silsilahnya.

Hingga akhir SMP kehidupan saya ya cuman gitu-gitu thok. Pertanyaan mengenai eksistensi tuhan masih terkatung-katung nggak ada jawaban. Sejauh apapun saya mencari bukti bahwa tuhan itu ada, maka sejauh itu pulalah (bahkan lebih jauh sedikit) pernyataan bahwa "tuhan itu tidak mungkin eksis" semakin banyak bermunculan. Pada waktu itu saya sempat stres dan nggak mau melanjutkan ke SMA, namun ternyata, secara diam-diam saya didaftarkan ke SMA oleh ibu saya. Karena permintaan ibulah yang membuat saya bersedia melanjutkan SMA yang sampai sekarang juga saya nggak ngerti kenapa mencari ilmu harus lewat sekolah formal. Pada waktu SMA inilah saya menemukan jembatan penghubung kesadaran saya dalam mengenal sesuatu diluar kehidupan manusia.

Sambil mengikuti kegiatan persiapan olimpiade fisika, saya sebenernya juga diam-diam mempelajari ilmu fisika semendalam yang saya bisa untuk mencari penjelasan fenomena-fenomena diluar nalar yang sering saya alami tersebut. Saya mempelajari hukum termodinamika, relativitas, konsep gerakan, eksistensi materi, momentum dan lain-lain. Pokoknya yang fundamental dari fisika untuk menjelaskan dasar-dasar fenomena yang sering saya rasakan. Waktu itu saya sering bertanya-tanya, apakah jin (sebangsa kuntilanak, banaspati, yaitu kepala terbang yang terbakar api dan pocong) yang sering menjadikan saya sebagai objek aktivitas mereka itu benar-benar ada. Tetapi kok kalau mereka tidak ada barang-barang di rumah sering jatuh sendiri, buku tergeser sendiri, pintu suka membuka sendiri pelan-pelan sambil bergoyang-goyang padahal saya tidak merasa adanya perbedaan tekanan udara ataupun aliran udara di sekitar saya. "Ah, paling juga angin", dalam batin saya -mencoba berpositif thinking. Saya juga sering bertanya apakah saya hidup ini hanya sedang bermimpi, apakah materi itu ada, bahkan: apakah diri saya sendiri ini ada? Karena saya tidak puas dengan jawaban orang-orang sekitar yang saya anggap pintar, maka saya "mengundurkan diri" dengan cara menjelekkan nilai saya ketika saya hampir dikirim menjadi duta olimpiade fisika internasional (yang pada waktu itu diselenggarakan di taiwan). Saya memilih mundur dan mencari jawaban di rumah saja, karena bukan ketenaran atau uang hadiah yang banyak dari olimpiade fisika dunia yang saya cari selama ini. Saya akhirnya berkutat di seputar teori relativitas yang aneh bin ajaib (menurut pandangan saya waktu itu). Teori relatifitas adalah salah satu dari sedikit persepsi ilmuwan yang saya percayai sebagai sebuah "kebenaran" untuk membantu menjelaskan kepada saya mengenai sifat alam. Dengan konsep relatifitas einstein, reaksi nuklir dapat dikendalikan. (Alias minimal rumus einstein bisa terbukti agak empirik lah, hehe..) Inilah yang sedikit membuka paradigma saya mengenai hal-hal diluar indera (walau masih ada beribu pertanyaan yang masih tersisa diotak saya hingga saat ini)

Nah, dalam rumus einstein tersebut diterangkan bahwa dalam entitas alam semesta ini, terdapat sebuah nilai kali (bahasa jawanya: koefisien parameter Lorentz) yang berlaku untuk seluruh material yang bergerak yang dinamakan faktor gamma. Tentang nilainya silakan cari sendiri di mbah google, tapi intinya seperti ini: faktor gamma akan berpengaruh pada 3 elemen dasar alam semesta yaitu waktu, ruang dan massa newtonian (bukan massa kimiawi/jumlah partikel dalam sebuah zat lho yaa). Menurut cerita, secara sepintas fenomena gerak relativistik adalah seperti yang tergambar ini:

catatan awal: Faktor gamma (faktor lorentz) berasal dari kecepatan relatif. Nilainya selalu lebih besar atau sama dengan 1. Ketika benda diam maka nilai gamma adalah 1. Apabila benda bergerak 87% dari kecepatan cahaya mutlak (kecepatan cahaya bernilai 299.792.458,51 m/s menurut pengamat yang diam dan ini bukan diukur menggunakan alat ukur, namun muncul dari kalkulasi interaksi gelombang elektro-dan-magnetis menggunakan konstanta-konstanta alam) maka nilai faktor gamma sebesar 2; nilai faktor gamma akan naik menuju tak terhingga ketika benda memiliki kecepatan yang meningkat mendekati kecepatan cahaya. Kebetulan saya sempat browsing sehingga untuk jelasnya, silakan lihat saja ini: http://en.wikipedia.org/wiki/Lorentz_factor (lihat bagian grafik ekspansi gamma-nya di http://en.wikipedia.org/wiki/File:Lorentz_factor.svg) atau kalau link-nya susah dibuka, ketikkan aja di mbah google keyword "lorentz factor".

Implikasinya apa?
Sebelum menerangkan, saya menganggap asumsi saya ini "benar" karena perhitungan ini telah dibuktikan secara realistis dalam reaksi nuklir di seluruh dunia untuk mengendalikan waktu paruh uranium dan sifat-sifat radioaktif lainnya. (Lumayan ngerti sedikit lah, lha wong itu termasuk mata kuliah saya di kampus :P). Ketika terdapat benda bergerak dengan kecepatan sekitar 87% kecepatan cahaya teoritik, maka benda tersebut akan merasakan faktor gamma sebesar 2. Dengan faktor gamma sebesar itu, maka benda yang bergerak terhadap kita tersebut (kita: diam dan mengamati) akan mengalami penyusutan dimensi sebesar 2x; pelemotan waktu sebesar 2x dan penaikan massa newtonian sebesar 2x (otomatis momentum linier juga naik 2x dong). Sedangkan si benda yang kita amati itu merasakan hal demikian juga terjadi pada kita (kita kan juga bergerak sebesar 87% kecepatan cahaya terhadap benda itu). Oleh benda itu, kita dilihat: semakin mampat, semakin berat dan semakin lemot semuanya dengan faktor 2x. Intinya, kita juga terlihat makin masif (alias males bergerak) karena terlalu tambun lah :P. Hal itu akan semakin parah dengan penggunaan kecepatan yang semakin mendekati kecepatan cahaya.

So, apa hubungannya dengan tuhan? :P woo lha, banyakk.. hehe,,

Jadi gini, le,, Dari penjelasan yang panjang lebar dan tinggi di atas, saya hanya ingin menerangkan bahwa dimensi, waktu dan materi itu pada hakekatnya tidak pernah ada. Ya ada sih, tapi ya enggak ada (gimana ya ngomongnya),, Itu seperti lagunya band Utopia: Dunia itu Antara Ada dan Tiada. Ciee.. Tapi ya memang begitulah. Waktu setahun saya, belum tentu setahun buat anda dan apa yang menjadi persepsi saya tentang dunia mungkin benar-benar bukan yang selama ini merupakan persepsi anda. Orang lain pun, saya, anda, dan orang-orang sekitar bisa jadi tidak pernah ada, dan dunia ini hanya mimpi karena lamanya waktu, dimensi dan massa adalah sesuatu yang memiliki nilai elastis dan bukan sesuatu yang kaku. Sejauh pengamatan dan praduga saya (ini hanya menurut persepsi saya sebagai ilmuwan awam), ketika manusia mengalami kematian maka "dia" akan bergerak dengan kecepatan teoritik cahaya. Yang artinya "dia" akan melihat dunia yang ditinggalkannya dengan faktor gamma tak terhingga alias dimensi menyusut ke nilai tak terhingga yang mengakibatkan volumenya menjadi nol (susutan dengan faktor tak terhingga-kali), waktu melemot tak terhingga yang artinya menjadi stagnan alias freeze (gampangane waktu untuk dia telah "hilang" karena semua pergerakan menjadi beku) dan massa newtonian-nya beserta material dunia-nya menjadi tak berhingga, yang artinya kita menjadi tidak mampu menggerakkan barang sekecil tahi lalat karena berapapun massanya, walaupun sebesar foton (atau atom aja deh biar lebih ilmiah), maka ya tetap mustahil. Apa yo anda bisa kalau saat ini menggerakkan lengan dan kaki anda dengan bebannya yang tak berhingga? tak berhingga itu artinya lebih berat dari satu milyar ton (1.000.000.000.000 kg) lho yaa :P. Intinya dunia menciut, waktu melemot dan benda menjadi semakin berat apabila kita mulai bertransformasi menjadi cahaya. Any question, please?

Well, sejak ngerti kenyataan itu maka saya cukup terpukul. Daripada bertanya menganai tuhan itu ada atau tidak, maka saya lebih mudah menanyakan pertanyaan prioritas terlebih dahulu: Apakah dunia ini ada, ataukah dunia ini tidak ada? Kalau ada kenapa baik waktu, ruang dan massa itu elastis hingga mampu menciptakan lubang hitam?? entahlah, sejak itu saya merasa hilang dari kejelasan yang selama ini saya percayai: bahwa saya itu ada. Anda berpikir begitu jugakah?

Nah, setahun telah berlalu dari saat-saat saya sadar dan mulailah saya kuliah di Jogja ini. Di kota yang sederhana ini saya mencoba berteman dengan banyak karakter. Mulai dari mahasiswa yang seneng seks bebas dengan pacarnya, pengkaji agama salafi, mahasiswa filsuf, atheis, pekerja keras, mahasiswa NII, pengusaha, orang-orang indigo dan ada pula si jenius ber-IQ 166, pokoknya intinya kenalan sama orang macam-macam lah. Yang jelas mereka semua ekstrem karena saya suka berdekatan dengan fenomena ekstrem diluar kebiasaan rata-rata manusia saat ini (kalau manusia dulu mungkin udah lumrah kali ya ngenal yang kayak ginian :P). Disini saya menemukan hal baru: bahwa sejauh apapun saya menjelaskan eksistensi tuhan, maka sejauh itu saya akan berhadapan dengan anti-tesanya: tuhan tidak pernah ada. namun kali ini, saya mencoba mengkorelasikannya lebih mendalam dengan pernyataan relativistik einstein dan fenomena-fenomena gaib yang sering saya temui semenjak kecil.

Selama saya berpikir, saya melakukan perjalanan ke berbagai tempat sesuai dengan kata hati saya karena saya hanya percaya pada "saya" pribadi, walaupun konsep mengenai "saya" sendiri tidak jelas apakah ada ataupun tidak. "Anggap aja usaha untung-untungan untuk menemukan kebenaran, minimal nggak bersikap pengecut lah dengan bunuh diri sebelum ada faktor eksternal yang membuatku mati akibat stress :P. Anggap aja kalau aku mati, dan kok ya kebetulan surga dan neraka itu ada, terus aku dijebloskan ke neraka karena aku nggak percaya tuhan, well,, anggap aja ketemu nasib sial. Minimal udah berusaha sebisanya :P", pikir saya sesimpel itu saja waktu itu. Dengan modal nekat dan untung-untungan, saya berusaha melakukan beberapa perjalanan di sekitar pulau jawa ini. Saya bertemu dengan bermacam-macam guru. Ada yang mampu membaca keinginan saya sebelum saya bertemu dengan beliau, ada pula yang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang perlu saya pikirkan ulang. Pelan-pelan, dengan kepasrahan dan perasaan menyerah karena batin tersiksa terlalu lama, maka saya memilih untuk menyatakan "saya itu ada, karena saya bisa merasakan adanya diri saya". Walaupun saya tidak pernah mengerti bentuk saya seperti apa, karena saya yakin, bentuk tangan, wajah, badan saya hanya "bentuk kebetulan" yang belum tentu "manusia lain" "melihat" saya seperti apa yang saya lihat. Saya pun merasa sedikit lega dengan ke-menyerahan saya untuk mengakui bahwa saya ada, dalam ketidaktahuan bahwa manusia yang lain ada atau tidak karena bentuk itu adalah persepsi, sedangkan persepsi hanya "kebiasaan" manusia dalam meninjau alam makroskopik. Secara kuantum, tidak ada batas yang jelas antara otak dengan pembuluh darah, pembuluh dengan kulit, kulit dengan udara, udara dengan kulit orang lain, kulit orang lain dengan jantung orang lain, alias secara kuantum, seluruh entitas dalam alam semesta ini adalah satu karena semua terdiri atas atom, dan hanya sensasi manusia saja yang membuat semuanya berbeda dan termodularisasi. Kira-kira sama lah dengan sensasi warna yang pada dasarnya adalah gelombang elektromagnetik. Secara fisika kuantum, tidak ada bedanya badan saya dengan laptop thinkPad yang saya pegang ini, dengan permukaan bumi, matahari, bulan, galaksi, dan semua benda fisik yang ada di alam semesta ini. Ini hanyalah badan tempat bersemayamnya "aku" yang secara kebetulan diberikan kemampuan untuk menggerakkan sesuatu dalam batas-batas tertentu.

Jadi, semenjak saya memilih untuk mempercayai adanya "aku" dan merenungi tidak adanya "aku", maka saya menjadi mengenal bahwa tuhan itu ada, karena saya merasa demikian. Tidak perlu bertanya untuk menemukan kebenaran jawabannya, saya hanya merasakan dengan batin. Bagaimana jika salah? anggap saja nasib sial. Yang jelas, adanya tuhan itu menguntungkan buat saya. Saya merasa tuhan menciptakan dunia ini yang dipenuhi orang-orang yang patut saya perjuangkan. Tuhan menciptakan bentuk dengan sensasi seperti yang saya alami ini di dalam dunia dimana saya ditempatkan untuk hidup (saya tidak tahu apakah dunia saya sama dengan dunia anda). Tuhan menciptakan orangtua saya sebagai perantara bagi saya untuk sampai ke dunia ini sehingga saya bisa menyayangi ibunda saya dan menghormati almarhum ayah saya. Dan yang jelas, saya punya tempat mengadu. Andaipun konsep tuhan itu saya buat-buat, maka saya tidak bisa menjelaskan mengapa adanya dunia dengan berbagai bentuk dan fenomenanya mampu saya terima karena sejalan dengan keinginan logika dan ketenangan batin saya. Itu pilihan saya dalam hidup. Semenjak saya memutuskan untuk melepaskan diri dari kedengkian dan rasa was-was dari dunia ataupun ancaman akherat, maka saya mengenal sesuatu yang menciptakan saya. Tidak perlu banyak bukti, saya hanya percaya.

Saya mengenal bahwa sesuatu yang memiliki kekuatan itulah yang menciptakan bentuk saya. Baik bentuk badan saya maupun bentuk dunia menurut persepsi saya. Jika Dia tidak ada, maka sudah seharusnya saya dan seluruh dunia yang hidup dalam rekaman pikiran saya ini juga tidak ada. Secara mudah, daripada saya bertanya bahwa tuhan itu ada atau tidak, maka lebih baik menanyakan terlebih dahulu apakah saya ini ada atau tidak?. Kalau saya tidak ada, maka pencipta saya juga tidak ada. Jika saya memutuskan untuk ada, maka saya percaya bahwa sang pencipta entitas dan wujud saya ini juga ada. (dunia dan lain-lain akan mengikuti pernyataan ini) Sebenarnya, khusus untuk hal ini hanya bisa saya jelaskan dengan pertemuan langsung karena kata-kata memang selamanya tak akan pernah mampu menggambarkan makna.

So, pada akhirnya mempercayai tuhan atau tidak mempercayainya adalah sebuah pilihan hidup manusia. Ketika kita mempercayai bahwa "saya itu ada" maka "sang pencipta saya" pun juga seharusnya ada. Ketika saya memilih "saya tidak pernah ada" maka "sang pencipta saya" pun juga otomatis tidak ada. Monggo dipilih-dipilih. Yang jelas, urusan tentang tuhan adalah urusan kepercayaan, bukan kebenaran. Bagi saya, saya lebih mudah memahami bahwa "percaya" itu selamanya akan lebih tinggi derajatnya daripada "benar". Sejauh apapun bukti yang menunjukkan kebenaran, semuanya akan kita abaikan ketika kita tidak percaya. Sebaliknya, sekecil apapun bukti mengenai sebuah kebenaran, maka pastilah akan kita terima apabila kita percaya. Saya memilih untuk percaya, karena dengan percaya saya merasa beruntung dan mampu menjelaskan banyak fenomena gaib yang saya alami. Secara kasarnya: lha wong kenyataannya saya ini merasa hidup, kenapa saya harus memilih mati? (walaupun saya sejatinya ya tidak tahu dan tidak akan pernah tahu bahwa dunia ini ada atau tidak).

Sejak saat itulah saya memutuskan untuk menyatakan tuhan itu ada. Ketika terdapat tuhan yang memiliki bentuk perspektif yang mampu diindera oleh pancaindera saya, sedangkan pancaindera beserta informasi yang diterimanya belum bisa saya pastikan keabsahan entitasnya (alias, bahwa dunia itu belum jelas mutlak ada atau mutlak tidak ada), maka saya tidak pernah percaya bahwa itu adalah tuhan saya. Bahasa jermannya, "Lha wong dengan kemampuan saya saat ini saja belum mampu melihat "saya" yang sejatinya saya itu bentuknya seperti apa, kok saya mau nekat melihat bentuk tuhan". Bentuk badan saya sekarang ini 'kan yo cuman pemberian dan titipan. Sehingga, sejauh ini kebetulan belum ada tuhan yang mampu memberikan gambaran yang lebih memuaskan kepada batin saya selain gusti Allah karena tuhan selain gusti Allah entah jumlahnya yang terlalu banyak atau selalu digambarkan dalam bentuk fisik, membuat batin saya sulit menerimanya. Saya merasa "saya" ini tunggal dan saya diciptakan oleh sesuatu yang tunggal pula. Itu yang saya tangkap dari batin saya hingga saat ini. Tetapi, saya adalah orang yang selalu terbuka dengan sebuah pernyataan.

Minimal dengan percaya terhadap tuhan, saya bisa menjelaskan fenomena santet, layar laptop yang suka bergerak-gerak sendiri, sapu yang bergerak-gerak sendiri waktu digantung, fenomena genteng terbang diatas atap, serta banaspati-pocong dan kawan-kawannya. Khusus yang terakhir ini, saya tidak mengada-ada karena saya telah melakukan pengujian bersama beberapa "tim ahli". Ketika ada kuntilanak (yang ibunya punya lidah panjang itu) mendekat kepada saya, saya bersama 2 rekan saya yang lain juga merasakan hal yang serupa baik posisi maupun perwujudan mereka bahwa adek kunti yang kecil yang berambut panjang itu memang sedang mendekat kepada saya sambil saya juga dilihatin ibunya :P. Yang lain masih banyak sih, tapi intinya nggak semua yang loe liat pake mata itu bener dab! terdapat hal-hal di alam ini yang memang hanya bisa diindera menggunakan mata batin. Semua orang mampu melakukannya asalkan disertai guru dan berada dalam suasana batin yang tenang sehingga mampu menangkap gejolak/sesuatu diluar dirinya. Baik kejadian yang akan datang, kejadian masa lampau orang lain, kejadian di tempat lain, berpindah raga. Termasuk mengenali Tuhannya.

Akhir kata dalam tulisan saya ini, "Orang yang mati adalah orang yang tidak mengenal harapan dan kasih sayang. Saya memilih untuk hidup. Dan saya merasa harus memenuhi kewajiban saya untuk bersyukur terhadap sang pencipta segalanya"

Nah, bagi pembaca yang ingin mengerti bagaimana cara saya melakukan perjalanan hingga bertemu banyak guru, akan saya singgung di next chapter. Walaupun tidak bisa disampaikan secara langsung, namun semoga gambaran singkat dari saya ini bisa membantu anda dalam memutuskan untuk menerima ataupun menolak entitas tuhan yang akan mengiringi perjalanan kehidupan anda. Maturnuwun dhumateng sedaya kemawon kaliyan kawula nyuwun agunging samudra pangapsami bilih wonten lepat (Terimakasih kepada semua pembaca budiman dan saya meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dari saya). Wassalam.

Guru

:: hymne Guru ::

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru 
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku 
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku 
Sebagai prasasti terima kasihku 
Tuk pengabdianmu 
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan 
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa 
Tanpa tanda jasa
::



Hmm..
"Menjadi salah satu guru besar bagi bangsa Indonesia.."
Itulah pernyataan yang selalu terhampar di benak pikiran saya setiap kali saya membuka mata dari lelapnya mimpi. Saya ingin sekali bangsa saya, tempat lahir saya, tanah air dan bumi pertiwi yang saya pijak ini, Indonesia, menjadi lebih baik -jauh lebih baik- daripada kondisi yang ada saat ini. Alangkah saya merasakan begitu hancurnya kehidupan negeri yang saya tempati saat saya menginjakkan kaki di ibukota Jakarta beberapa waktu yang lalu. Saya merasa miris dan hati saya sangat terluka dengan keputusan hidup yang dipilih oleh mereka yang ada di sana. Kebanyakan manusia seolah tak menghiraukan sesamanya. Hanya nafsu untuk saling menguasai, saling memakan dan memenangkan kepentingannya sendiri demi perut dan wilayah di sekitar perut mereka. Benar-benar kesenjangan yang luarbiasa yang membuat semua yang ada di dalamnya menjadi buta mata, tuli pendengaran, mati rasa, hilang penciuman, tak mampu mengecap dan terkuburnya hati nurani. Yang (merasa) kaya semakin serakah dan yang (merasa) miskin semakin berbuat nekat. Saya tidak merasakan hal lain lagi selain sifat yang berlebih-lebihan tanpa aturan, kecuali aturan rimba mereka sendiri alias bahasa inggrisnya "sak karepe wudele dhewe".

Tak hanya di jakarta, sejujurnya saya menemukan fenomena kehidupan yang hampir serupa ketika saya berada di Bengkulu, Semarang, Surabaya dan beberapa tempat di Bandung. Entah kenapa (saya tidak bermaksud menjelek-jelakkan), manusia yang hidup dan berkembangbiak di negeri saya, a.k.a manusia Indonesia, memutuskan untuk memilih sifat nekropolis yang justru dengan sifat berlebih-lebihan dan gengsi mereka, mereka berkeputusan untuk menghancurkan diri mereka sendiri secara pelan-pelan dan turut menarik elemen kehidupan yang terkait dengan mereka untuk bersama-sama rusak bersama mereka. Yaa,, sebenarnya di jogja sama saja sih,  kalau cuman seks bebas mahasiswa juga banyak, cuman lebih rapih ketutupnya,, jadi saya masih merasa lebih nyaman di kota ini dibandingkan dengan kota yang dipenuhi sopir angkot yang kebut-kebutan dan main lempar kunci inggris satu sama lain.

Kebingungan saya semakin bertambah ketika mereka benar-benar buta dan tuli terhadap dampak yang bakal terjadi atas ulah mereka. Well, saya sendiri tidak akan terlalu terfokus pada masalah itu. Mungkin memang sifat berlebih-lebihan dan jaga gengsi telah menjadi warisan budaya di pusat-pusat kebudayaan manusia Indonesia saat ini, seperti halnya korupsi dan embel-embelnya di negeri ini. Mungkin ini memang takdir bangsa seperti yang dikersakke Gusti Allah agar bangsa Indonesia ini mau untuk berubah. Sebagaimana segala proses transformasi yang harus dimulai dari kondisi keterbatasan. Yang jelas, Indonesia masih jauh lebih mending daripada ethiopia, israel-palestina, maupun zimbabwe. Hidup Indonesia!! (sehidup-hidupnya dulu, baru nanti pelan-pelan kita perbaiki bersama)

Lantas bagaimana solusi negeri ini menurut persepsi saya?
Pertama, sebagaimana algoritma dasar untuk memecahkan sebuah masalah adalah: keluar dari sistem, kemudian (setialah) fokus pada solusi. Kerusakan sistem kita adalah runtuhnya sistem budaya dan pemikiran terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Bukan hanya para pemimpin dan rakyat yang kehilangan akar budaya bangsa, namun keduanya telah terimbas nilai-nilai kapitalis yang merusak hakekat budaya bangsa. Yang kaya semakin serakah, yang miskin semakin berbuat nekat. Mereka menjadi berubah menjadi elemen yang rusak dan bersifat merusak terhadap elemen lain akibat sifat mereka yang berlebih-lebihan. Sesuai dengan pendekatan dasar manusia saat ini: manusia adalah homo economicus. Apabila untung maka jalankan, apabila rugi maka tinggalkan. Hal tersebut sangat manusiawi, haya saja kemampuan para pelaku bangsa dalam melihat paradigma hidup yang lebih jauh seolah tertutup dengan hingar bingar keramaian media.

Setahu saya, miturut yang saya ngerti dari perjalanan hidup, Ada tiga kategori jiwa manusia. 1. Jiwa yang baik 2. Jiwa yang rusak, namun tidak merusak dan 3. Jiwa yang rusak dan bersifat merusak terhadap elemen lain. Memutuskan untuk menjadi manusia baik memang bukan perkara mudah dalam iklim kehidupan kapitalis saat ini. Rata-rata pikiran manusia Indonesia saat ini seolah "dipaksa" untuk meyakini bahwa model yang dinamakan baik adalah model yang sesuai dengan prinsip-prinsip kapitalis. Sedangkan generasi muda saat ini sudah dihinggapi nilai-nilai negatif untuk menjadi pribadi yang berlebih-lebihan (nangis berlebih, tertawa berlebih, marah berlebih dan lebih-lebih yang lainnya). Walau terus terang nih saya memang baru berusia 24 tahun, namun saya sangat perihatin dengan apa yang saat ini menimpa bangsa saya. Pancen, untuk menjadi baik itu tidak mudah, tetapi kalau bukan kita  lalu siapa lagi?

Jadi, apa yang harus di lakukan?
Bagi anda yang merasa terpanggil untuk menjadikan bangsa Indonesia kita ini lebih baik lagi maka Jadilah solusi, bukan kurir masalah. Semua dimulai dari diri sendiri. Berikut akan saya coba jelaskan (berdasarkan latar belakang saya sebagai orang jawa) mengenai hal-hal yang saya temui selama perjalanan hidup saya ke beberapa tempat.

Mengolah Batin
Manusia terdiri atas batin dan raga. Keduanya akan berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan keputusan terhadap lingkungan selama manusia hidup. Cobalah untuk melatih batin terlebih dahulu kemudian baru membangun raga. Ada beda yang sangat antara melatih batin dan syirik. Menurut pendapat saya, definisi syirik adalah menyekutukan gusti Allah, baik mengada-adakan sesuatu yang menandinginya maupun menggantinya. Kalau semisal ada dari saudara yang sempat merasakan atau bahkan bertemu muka dengan barang halus semisal jin, menurut saya bukanlah hal yang syirik apabila kita mengakui kekuatan yang ada padanya berasal dari gusti Allah. Itu sama saja dengan menganggap kita punya saingan seseorang yang cerdas. Memang gusti Allah menakdirkan dan memberinya kekuatan untuk cerdas. Ada satu pernyataan yang cukup membuat telinga saya gatal, bahwa untuk urusan hal gaib, manusia hanya diberikan sedikit, namun apakah ilmu yang banyak itu diberikan pada logika? hmm,, menurut saya pernyataan tersebut perlu dipikirkan kebenarannya lebih dalam. Yang jelas, menurut pemahaman saya saat ini, akan lebih parah kandungan syirik pada pernyataan yang salah kaprah "Saya sembuh karena obat dari dokter itu" atau "cuma dokter itu yang bisa menyembuhkan saya", "Saya sekolah supaya kelak menjadi orang kaya dan Makmur" daripada "Adanya makhluk halus yang memiliki kekuatan di luar kekuatan manusia karena gusti Allah yang meridhoi dan memberinya kekuatan tersebut". Well, kembali lagi dengan pernyataan yang tadi, latihlah jiwa, kemudian latihlah raga, karena secara logika (walaupun saya sampai saat ini percaya bahwa logika itu kebanyakan hanya imajinasi dan asumsi manusia dengan melibatkan hukum sebab akibat yang sesungguhnya tidak pernah ada) hanya tubuh yang sehatlah tempat bersemayam batin yang kuat.

Batin adalah inti dari jiwa manusia. Jika batin baik, maka baiklah semuanya. Manusia sebenarnya telah diberi semuanya, termasik seluruh kemampuan batin. Batin seolah-olah dapat dianalogikan memiliki banyak fitur, hanya saja untuk beberapa orang fitur-fitur tertentu sudah di set "enabled" oleh gusti Allah sejak kelahirannya. Namun bagi rata-rata manusia, fitur itu bisa diaktifkan melalui usaha prihatin. Prihatin (lelakon prihatin) sendiri merupakan bentuk pelatihan dasar manusia untuk bertransformasi menjadi jiwa yang lebih unggul. Terdapat perbedaan mendasar antara prihatin dengan menyiksa diri. Letaknya terdapat pada niat. Saya sebagai muslim kadang melakukannya sesuai dengan yang diajarkan para guru saya -baik yang masih hidup maupun yang telah almarhum- dengan berpuasa dan mempersedikit tidur. Sambil hal tersebut dilakukan maka sebagai seorang manusia harus mampu menghormati hak dan kewajiban sesamanya, hanya berkata yang baik saja, serta saling tolong menolong hingga suatu saat akan muncul perasaan welas asih terhadap sesamanya, bumi, binatang, tumbuhan dan mereka yang tak kasat mata namun telah lumrah ada di sekitar kita. Manusia tidak boleh sewenang-wenang melukai segala makhluk yang ada di sekitar kita baik dengan lisan maupun dengan perbuatan untuk bisa memahami kehidupan ini pada derajat yang lebih tinggi. Hidup memang selamanya bukan mengenai surga ataupun neraka. Hidup akan sangat berarti ketika kita mampu menolong sesama makhluk -terutama manusia- untuk melewati saat-saat kritis dalam kehidupannya. Apabila seseorang mampu berdamai dengan hatinya dan meredakan seluruh gejolak batinnya, maka bagaikan ombak samudera yang berubah menjadi tenang, ikan-ikan di dasar laut pun akan terlihat dengan jelas. Jadi, latihlah batin anda untuk selalu prihatin dengan niat untuk menenangkan hati.

Prinsip kehidupan ini sebetulnya sederhana, Ilmu yang dapat membuka tabir kebenaran hidup akan diturunkan kepada batin yang bersih dan tenang melalui suatu perantara. Prihatin adalah jalannya. Dengan batin yang bersih dan tenang, maka ilmu pertanda dan firasat mengenai apa yang telah terjadi, apa yang saat ini terjadi (di tempat lain) dan apa yang akan terjadi -apabila gusti Allah mengijinkan- akan dibukakan dalam jiwa kita. Ketika hal itu terjadi, sebagai seorang muslim hendaknya kita mengucapkan InsyaAllah untuk hal yang kita rasa baik dan perlu untuk diucapkan, dan lupakanlah apabila hal tersebut buruk adanya. Sifat generasi baru Indonesia adalah: jadilah manusia yang menjadi media (lantaran/perantara) solusi bagi bangsa Indonesia ini. Kemudian gunakanlah hal tersebut sebagai naluri untuk memimpin bangsa dengan memperhatikan aturan-aturan yang terdapat dalam ilmu agama.

Secara garis besar, langkah-langkah mengolah batin menurut yang saya ketahui dari beberapa guru yang pernah saya temui adalah sebagai berikut:

1. Niat Untuk Mengolah Batin (ucapkan saja dalam hati)
2. Memutuskan Untuk Prihatin (berpuasa, makan jika sudah membutuhkan, berhubungan seks secukupnya, menahan untuk tidak onani/masturbasi, mempersedikit tidur, banyak berpikir dan menimbang amalan, berpikir tentang masa depan rakyat, semedi, dll). Inti prihatin adalah memberikan keterbatasan yang terkendali pada nafsu kita selama jangka waktu tertentu dengan tujuan (niat) tertentu (niatnya bisa untuk diri sendiri (menenangkan batin), orang/makhluk lain, maupun suatu kejadian)
3. Berdoa Dengan Khusyuk dengan merendahkan diri
4. Lakukan Perjalanan (perjalanan batin maupun fisik)
5. Meredam Gejolak Batin (marah, tertawa, menangis, dll) selama perjalanan dilakukan  dan Setialah Pada Ketenangan
6. Carilah Ilmu (apapun, sesuai panggilan hati saudara). Khusus untuk hal ini, carilah guru dan jangan hanya belajar dari tulisan. Ilmu turun ke hati melalui guru, diformalkan melalui tulisan. Hindarilah belajar tanpa guru, sebab hanya lewat kerelaan guru dan orang tualah ilmu-ilmu mengenai kehidupan akan bersemayam. Selama mencari ilmu, Jangan Memotong Pernyataan/Penjelasan dari Guru. Tidak ada pertanyaan kecuali telah dipersilakan. Hindari debat dan hal-hal yang memacu gejolak hati.
7. Berusahalah untuk menerima bahwa Sebab dan Akibat Tidak Pernah Berhubungan. Adapun kasus-kasus khusus dimana gusti Allah menghendaki maka sebab menjadi awal sebuah akibat, sebagaimana sebaliknya. Namun pada hakekatnya kedua hal tersebut tidak ada hubungannya satu sama lain. Sejauh pengamatan saya hingga sampai saat ini, manusialah yang berada di dunia, bukan dunia yang berada dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, tidak semua fenomena dunia yang ada harus kita paksa untuk sesuai dengan imajinasi logika manusia.

Sebuah tanda dimana manusia memiliki peningkatan dalam batinnya adalah ketika dia mampu merasakan pertanda dan firasat. Pertanda adalah serangkaian kejadian yang mengiringi akan terjadinya peristiwa yang lebih besar, sedangkan firasat adalah kesadaran dan pengetahuan batin yang diberitakan terhadap manusia tanpa melalui tanda-tanda, hanya melalui media yang singkat. Disamping itu, masih ada pula deja-vu, mimpi, penglihatan jelajah ruang, penglihatan jelajah waktu, penglihatan jelajah warna (dimensi), dll. Intinya adalah hati manusia menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan. Ada beberapa orang yang "efek sampingnya" bisa melihat jin, ada yang bisa membaca pikiran orang lain, ada yang mampu melihat bentuk sebelum kedatangan, ada yang mampu melihat kejadian di tempat yang jauh, ada yang mampu mengerti betul apa yang diinginkan perempuan yang sedang kita hadapi (hehe,, ini yang paling asyik ;), dan lain lain. Beda orang beda respon. Hanya saja setiap kemampuan InsyaAllah akan diiringi dengan "efek samping" yang sesuai dengan kemampuannya. Itulah prinsip lelakon prihatin yang saya ngerti sebagai seseorang yang kebetulan berasal dari suku Jawa.